KRISIS ekonomi membuat kepercayaan terhadap rupiah semakin lemah. Apa boleh buat, ketika krisis terjadi, yang selamat adalah para "pengumpul emas". Kenyataan ini membuat logam mulia semakin diburu. Kerumunan perempuan di toko emas adalah pemandangan umum, baik di awal, tengah maupun akhir bulan. Menjadikan emas sebagai tumpuan masa depan memang langkah baik, namun tampaknya perlu juga diketahui soal keamanan hingga peraturan dari sisi agama.
Jauh sebelum terjadi krisis, emas sudah menjadi barang favorit sebagian besar perempuan. Selain untuk perhiasan, logam mulia ini dijadikan simpanan yang menjadi andalan saat terjadi krisis keuangan rumah tangga. Linda Sri Indah (42), ibu rumah tangga, sudah berkali-kali membuktikan "keampuhan" emas bagi ekonomi rumah tangganya. "Setiap saya membutuhkan dana agak besar, di luar rutinitas, saya biasa menjual perhiasan. Ketika pulang kampung kemarin juga begitu," ujar perempuan asal Jambi ini.
Menabung Dinar, Menabung Koin Emas, Dinar Emas 24
Menabung dalam bentuk emas yang dilakukannya sekarang ini bermula dari kesukaannya terhadap perhiasan. Karena memiliki kulit sensitif, alergi atau gatal-gatal jika bersentuhan dengan perhiasan nonemas, Linda memilih logam mulia ini sebagai perhiasannya. Sampai ketika krisis tahun 1998 ia menyadari hobinya menyelamatkan simpanan keluarga. "Saat itu nilai rupiah merosot drastis. Simpanan suami berupa uang tunai di bank nilainya turun, sementara perhiasan emas saya malah melambung tinggi," kata ibu tiga anak remaja ini.
Sejak itulah ia semakin mantap menyisihkan sebagian penghasilan suaminya untuk tabungan hari depan dalam bentuk perhiasan. "Saya bahkan tak punya tabungan di bank, lagipula saya takut habis, pastilah sebentar-sebentar ‘menggesek’ (kartu debet)," katanya sambil tertawa.
Praktis
Menyimpan dana dalam bentuk perhiasan bagi sebagian perempuan adalah cara yang amat praktis.
"Saya enggak pernah ke bank. Repot harus banyak yang diisi," kata Warni (30), seorang pedagang nasi kuning, saat ditemui tengah menjual perhiasannya di sebuah toko emas di bilangan Jln. Kopo Bandung. Emas dengan berat sekitar 10 gram tersebut akan dijualnya untuk menyewa rumah. Sebelumnya ia mengandalkan suaminya, namun ternyata suaminya hanya memiliki dana setengah dari nilai sewa rumah. Jalan keluarnya, ya menjual perhiasannya. Tiap bulan, dari hasil berjualan nasi kuning ia mampu membeli 1 gram emas. Setiap membutuhkan dana agak besar, Warni menjual kembali "simpanannya" itu.
Suatu masa, mengumpulkan emas identik dengan "kampungan". Memakai emas berlebihan bisa diolok-olok sebagai tukang daging. Maklum di pasar-pasar tradisional banyak istri atau perempuan pedagang daging yang menggunakan perhiasan tersebut secara mencolok, dalam jumlah berlebihan. Di kalangan menengah ke bawah, emas menjadi simbol status. Semakin banyak emas yang dipakai, kian tinggi status ekonomi seseorang.
Ketika arus modernisasi menguat, terjadi pergeseran nilai. Kian tinggi pendidikan, semakin realistis masyarakat. Menggunakan emas secara mencolok mengundang risiko tinggi, berkaitan dengan keamanan diri. Perlahan tapi pasti, orang mulai melirik investasi modern lainnya. Tabungan, deposito, saham dan lain sebagainya
Namun dua kali krisis dengan selang waktu sepuluh tahun, tahun 1998 dan 2008, membuktikan investasi emas jauh lebih aman dari investasi-investasi lainnya. Pengetahuan sederhana yang dimiliki kaum ibu adalah dengan pembuktian membumi. Untuk mengimbangi harga-harga yang melangit, banyak kaum ibu melepas perhiasan mereka kembali ke toko. Lewat cara ini, mereka masih bisa mengimbangi kenaikan berbagai harga barang, juga untuk biaya pendidikan.
"Anak sulung saya bisa kuliah tahun 1998 karena saya menjual perhiasan," kata Rosdina Haryanti (48), ibu tiga anak remaja.
Dinar
Belakangan, pemikiran sederhana kaum ibu ini didukung oleh kaum intelektual. Salah satunya adalah Muhaimin Iqbal, pengusaha yang jatuh bangkrut saat krisis sepuluh tahun lalu.
"Waktu itu sebagai seorang eksekutif muda, saya melakukan hal yang sama dengan teman-teman. Menyimpan tabungan saya dalam bentuk saham, deposito dan sebagainya. Ketika krisis datang, nilai simpanan saya tinggal seperempatnya saja," kata Iqbal.
Musibah tersebut membukakan hikmah lain. Ia semakin mencermati perekonomian Islam zaman kejayaan dulu. Iqbal mendapati bahwa nilai dinar tidak pernah terusik sedikit pun. Dinar yang dimaksud adalah mata uang emas, benar-benar terbuat dari emas. Saat ini beberapa negara juga menggunakan mata uang dinar, namun dalam bentuk lembaran uang kertas. Jenis dinar yang dimaksud Iqbal adalah logam mulia.
"Berdasarkan pengalaman tahun 1998 itulah saya mulai berinvestasi pada emas. Ketika krisis terjadi lagi, alhamdulillah saya selamat," kata Iqbal seusai acara bedah buku karangannya "Dinar Sebagai Solusi" di Redaksi Pikiran Rakyat Bandung, beberapa waktu lalu.
Tak ingin merasakan manfaatnya sendiri, Iqbal membagikan pengetahuannya kepada masyarakat sekaligus memelopori usaha dinar. Lewat pemasaran on line, ia menawarkan dinar ini kepada masyarakat luas. "Alhamdulillah sudah mendapat banyak sambutan, semakin banyak orang bergabung, berinvestasi dalam bentuk dinar," kata Iqbal.
Penjualan ini dilakukan oleh beberapa agensi terdaftar dengan nama "Gerai Dinar". Dinar yang dijual berbentuk koin emas dengan kadar 91,7 % (22 karat) seberat 4,25 gram. Berdasarkan perhitungan nilai emas pertengahan Januari lalu, harga sekeping dinar adalah Rp 1.416.220,00. "Jika sudah mencapai 20 dinar, bisa di-qirod-kan," kata Iqbal.
Di-qirod-kan artinya di simpan kembali di tempat itu sebagai investasi masa depan, dengan sistem bagi hasil. Iqbal menjamin kemurnian dan garansi bagi dinar-dinar ini dengan mengeluarkan sertifikat keaslian dari PT Aneka Tambang Tbk. untuk setiap kepingnya.
Batangan
Diam-diam banyak perempuan yang sangat ingin berinvestasi dalam bentuk emas. Namun banyak hal yang mengganjal, terutama soal keamanan simpanan. Nia Kurniawati (33), karyawan swasta baru-baru ini menangis kesal. Setelah berbulan-bulan menyisihkan sebagian uang gajinya dan menyimpannya dalam bentuk koin emas, akhir tahun lalu simpanan itu lenyap semua dari rumahnya. "Semuanya ada lima keping, masing-masing keping 5 gram emas," kata Nia berkeluh kesah.
Menabung Dinar, Menabung Koin Emas, Dinar Emas 24
Faktor keamanan adalah hal utama yang membuat orang enggan berinvestasi dengan cara ini. Kekhawatiran terhadap keamanan logam mulia dibaca pihak lembaga keuangan sebagai peluang bisnis. Bermunculanlah pengelola atau lembaga keuangan yang menawarkan penyimpanan atau pemutaran kembali emas yang kita miliki, di antaranya beberapa bank dengan bendera syariah. Tak ketinggalan juga perusahaan umum yang ber-tagline "Menyelesaikan masalah tanpa masalah", yakni Perum Pegadaian.
Kanwil Perum Pegadaian Bandung melalui Humasnya Sasa Sayuti S.E., M.Si. menyebutkan produk yang berkaitan dengan logam mulia ini masuk dalam kategori KCA atau "Kredit Cepat Aman". Dua jalur yang biasa dilakukan masyarakat adalah dengan menitip atau menggadaikannya. "Mayoritas nasabah perum pegadaian memanfaatkan produk ini," kata Sasa.
Disebut KCA karena disesuaikan dengan tindak atau "eksekusi" transaksi yang dilakukan. Menurut Atnan Budihartono, ahli taksir di Perum Pegadaian, transaksi dengan cara ini benar-benar ekspres. "Setelah ditaksir, nasabah langsung bisa mengambil uangnya di kasir sesuai dengan nilai barang yang ditaksir," kata Atnan.
Atnan mencontohkan, jika seseorang menggadaikan emas seberat 10 gram, pada saat wawancara minggu lalu nilai ditaksir Rp 264.600,00 per gram, yang diperoleh penggadai senilai Rp 2.461.338,00 atau 91 persen dari nilai sesungguhnya. Bunga ditetapkan 1,3 persen dengan hitungan bunga per 15 hari. Besarnya nilai uang yang diterima nasabah tergantung pada nilai barang yang digadaikan. Biasa dibagi dalam empat golongan, yaitu golongan A pinjaman yang berkisar antara Rp 20.000,00 - Rp 150.000,00, golongan B antara Rp 151.000,00 - Rp 500.000,00, golongan C antara Rp 505.000,00 - Rp20.000.000,00, dan golongan D pinjaman di atas Rp 20.000.000,00. Kalau pun tidak membutuhkan uang, hanya ingin sekadar menyimpan benda berharga tersebut, pihak perum menyediakan juga jasa titipan.
Tahun lalu, pegadaian sempat gencar menyosialisasikan investasi dalam bentuk koin emas. Menurut R. Ageung Santiyo W., Asisten Manajer Usaha Lain Perum Pegadaian Bandung, sebagai pengganti koin mulai tahun ini disediakan emas dalam bentuk batangan dengan berat antara 5 hingga 100 gram.
Paham kesulitan masyarakat kelas bawah mengumpulkan uang tunai dalam bentuk besar, maka dipermudah pula cara memperolehnya.
"Cara memilikinya bisa dengan dicicil, per duapuluh persen dari nilainya. Setelah lunas, baru bisa memiliki seutuhnya, juga dengan jaminan sertifikat," kata Ageung. Takut dirampok ? "Ya, bisa diinvestasikan lagi, disimpan di sini," kata Ageung. (Uci Anwar)***
Menabung Dinar, Menabung Koin Emas, Dinar Emas 24